Social Icons

Minggu, 09 Desember 2012

Pelangi dalam Abu-Abu

Mengapa seragam kebanggaan anak SMA berwarna putih abu?
Apakah hendak menggambarkan kehidupan mereka yang jua abu?
Jutaan remaja dalam pencarian jati diri, yang tak juga ditemukannya
Perjalanan panjang mengarungi derasnya arus pendewasaan

Ada yang bilang,
Masa SMA memanglah masa yang abu
Coretannya penuh amarah,
seperti yang tertuang di balik ribuan catatannya
Tempat penumpahan air mata di tengah amuknya jiwa
Tombak kehancuran yang berjalan di koridor permusuhan
Apakah berlebihan?

Ternyata tak selalu...
Karena ada yang bilang,
Masa SMA adalah masa terindah
Selalu berhasrat mengulang kejayaannya ketika abu itu sudah pudar
Layaknya musim semi yang dipenuhi cantiknya bunga bermahkota,
seperti itulah ia
Bunga cinta yang saling berebut menebar harumnya,
Berkembang senyum pemiliknya..

Metamorfosa sebuah kupu-kupu,
begitu katanya..
Cerita yang tersimpan di balik makna "persahabatan"
Sebuah drama perjuangan anak adam menyambut mentari dalam genggaman!

Bagiku, masaku sekarang memang kelabu
Namun..
Pada sudut lain tak terelakkan ribuan warna tumpah menutup sang abu
Karena di sini,
Ada ikatan yang menahanku bersama mereka yang disebut saudara
Ada milyaran titik yang menyatu mengajarkanku sebuah makna kehidupan
Ada cinta yang menyentuh di atas semua kebersamaan dalam pahit perjuangan

Dan di sini,
Ada rindu yang tertahan, mengendap dan menanti dengan setia
Ada asa yang memaksa tuk tumbuh,
walau keringnya luka harus rela terbuka lagi
Hingga sebuah pengakuan terungkap dibalik tatapan rembulan,
Dua hati yang saling memendam dalam bisu

Inilah seberkas pelangi dalam abu-abu kita,
Entah kan tetap mengumbar keindahannya,
Menjemput dua asa yang lama mengudara
Atau.....
Memudar menyisakan sepenggal memori

Surabaya, 09 Desember 2012
Di depan layar laptop,
Aulia Wahyu Maulidya

Cerita tentang Aku dan Hujan

Tangis langit memecah keheningan pagi ini
Memaksa mentari agar tak menampakkan pesonanya yang hangat
Tak kulihat seorangpun yang dengan bodoh menjual dirinya pada sang hujan
Yang ada,
Hanya jutaan air berlomba menjatuhkan diri demi menuntaskan rindunya kepada tanah yang tak lagi segar
Aku bertanya, "Apakah tak sakit?"
Ah iya, pertanyaan retoris!
Demi rindu, lara seberat apapun tiada berasa

Di balik teduh ini, gemuruh bersahutan
Cemburukah? Atau bahkan marah?
Melihat hujan yang sedang bercumbu mesra dengan kekasihnya
Meluapkan segenap emosi yang harus tertahan separuh tahun, mengikuti sunatullahNya

Gemuruh itu kian menggelegar!
Tapi hujan masih saja asyik menghabiskan rindunya
Aku tertawa,
Namun....
Dalam sekejap, hujan turun juga dari kedua sudut mataku,
Merasuk membasahi relung jiwaku,
Mengajakku tenggelam dalam memori sebiru hari itu..

Hujan...
Bolehkah aku berlari dalam dekap emosimu?
Mengiringi sendumu dengan sajak rindu yang terpenjara,
Dan menjemput indahnya spektrum lukisan Tuhan

"Puisi ini diikutsertakan dalam Giveaway Semua Tentang Puisi"

Sabtu, 01 Desember 2012

Suara itu Mencarimu

Apa kau mendengar suara itu?
Rintihan yang memilukan
Apa kau mendengar suara itu?
Desah kekecewaan yang memekakkan
Sekali lagi, apa kau mendengar suara itu?
Tangisan amarah yang mencekam

Apa kau tak dengar?
Itulah rintihan mereka yang gugur bersimbah darah!
Itulah desah kecewa mereka yang berani mati demi negaranya!
Itulah tangisan mereka yang meruncingkan bambu di hadapan bedhil-bedhil raksasa!

Sadarkah hai putra bangsa?
Darah dan nyawa mereka kini ditukar dengan "curi" yang nyata,
Derita dan perjuangan mereka hanya diberi tanda jasa,
Ikrar MERDEKA atau MATI yang merkea dengungkan ternyata sama harganya dengan tanggal-tanggal merah

Sadarkah hai putra bangsa?
Mereka tak butuh itu!
Di mana kalian hai putra bangsa?
Di mana lenganmu yang siap membela ibu pertiwi?
Suara-suara itu mencarimu
Cute Purple Rain drop