Social Icons

Kamis, 01 Oktober 2015

Nyontekin Apa Salah?

Nyontek? Nyontekin? Kata yang sudah tak asing di telinga kita. Mungkin tak hanya katanya saja yang akrab, bahkan sudah kita terapkan sehari-hari. Hayooo?

*gambar dari http://assets-a2.kompasiana.com/statics/crawl/553031100423bd7e368b4567.jpeg?t=o&v=760 *


Berawal dari iseng stalking timeline facebook dan menemukan sebuah curahan hati status yang agak menggelitik, maka lahirlah tulisan ini. Ga ada maksud menyinggung atau menyindir siapapun, hanya ingin mengisi lembar halaman ini agar tak kosong #apasih

Oke to the point aja. Status tersebut berisi argumentasi penulis akan berbagi ilmu. Berbagi ilmu apa? Yang jelas dong!!! Oke oke akan saya perjelas, yg dikhususkan oleh penulis adalah keuntungan dari berbagi ilmu. Bahwa sejatinya ketika kita berbagi ilmu, ilmu kita tak akan sedikitpun berkurang, justru akan semakin tertanam pemahaman dengan baik dan bahkan bertambah. Penulis pun menenangkan kita, bahwa ketika kau memberi ilmu, namun nilai yang ternyata kalian dapat lebih rendah dari pada mereka yg kalian ajari, mereka yang kalian bantu, sungguh jangan khawatir ataupun kecewa. Karenaa hal itu jauh lebih baik dari pada kalian membanggakan nilai di atas kertas yang tinggi namun ilmunya hanya disimpan sendiri. (tentu saja penulisan dan bahasanya tidak persis seperti ini)

Apakah saya menentangnya? Tidak. Apakah saya menyalahkan argumentasi  di atas? Tidak. Justru saya acungkan jempol-jempol saya untuk argumen yang memang benar tersebut. Ya, saya sangat setuju dengan pernyataan saudara penulis di atas, apakah arti ilmu dan pengetahuan jika hanya kita yang menikmatinya? Apakah arti paham jika kita tak mengajarkan dn mengamalkannya? Bukankah Rasul kita sendiri berpesan agar kita senantiasa menyampaikan apa yang kita tahu (tentunya yang benar dan baik) walaupun hanya satu ayat?

Lantas apanya yang menggelitik? Yang saya sayangkan di sini adalah hashtag atau tanda pagar di akhir curhatan sang penulis. Status itu diakhiri dengan hashtag 
#Refleksi UAS, Nyonteki apa Salah
Dari kaca mata saya pibadi, nyontek dan menconteki adalah salah.

*gambar ambil dari https://pbs.twimg.com/media/CEkuWa4UMAAxXRR.jpg *


Sudah jelas itu UAS, atau umumya ujian. Yang pasti diikuti dengan peraturan "kerjakan sendiri" , "dilarang mencontek", dan lain sebagainya. Sekalipun bersifat open book atau open laptop, yang namanya ujian tetap saja dilarang mencontek dari orang lain. Kalau boleh contekan, boleh keja sama, mungkin itu hanya sekedar latihan.

Ujian adalah alat untuk mengukur kemampuan. Jika mencontek, lantas apanya yang mau diukur? Kemampuan teman? Kemampuan bertanya? Kemampuan melirik?
Bisa dibilang, saya priadi yang cukup keras jika sudah urusan contek mencontek. Bahkan dulu ketika masih mengenakan seragam putih-merah, saya masuk ke kategori anak alay yang ketika ulangan meja dikelilingi oleh pagar sederhana dari buku.
Hal ini tak lepas dari didikan orang tua saya yang cukup keras, sejak dulu saya sudah ditanamkan untuk tidak mencontek dan memberikan contekan. Bahkan bapak saya pernah bilang, lebih baik saya mendapat nilai merah dari pada nilai dengan kepala 9 atau bahkan 10 tapi hasil mencontek. Dan benar saja, sekalipun nilai saya hanya berkisar di kepala 3 atau 5, saya tidak pernah dipukul dan dijewer, dimarahi saja tidak.

Jika ketika ujian saya tidak bisa, sudah buntu sebuntu-buntunya, sudah merenung, menghayati dan meminta ilham tak kunjung datang, ya ujung-ujungnya pasti asal saja menyilang apapun, menghitamkan apapun, a, b, c atau d bagi saya sama saja Jika essay saya hanya mengandalkan kemampuan mengarang bebas saja.

Namun ternyata, yang susah bukan melindungi diri dari mencontek, tapi melindungi diri dari memberikan contekan. Ya, kadang teman terdekat memanggil-manggil, meminta pencerahan atas kebuntuannya (padahal diri ini sendiri juga buntu). Kalo dicuekin biasanya jd rasan-rasan, kalo dibantuin kok ya gimana gitu ya, ini kan untuk mengukur kemampuan diiri masing-masing, bukan kemampuan gabungan -,-. Jadinya ya main tega-tegaan deh. Maaf ya teman-teman :(

Sekarang mari kita kembali ke status yang mengagumkan tadi....

Berbagi ilmu, menjawab dan menjelaskan hingga ke detail trkecil, bahkan membantu sebesar-besarnya hingga orang lain paham dan jauh lebih paham dari kita 100% tidak salah. Orang lain paham, kitapun semakin paham. Ini simbiosis mutualisme bro! Jadi ga usah khawatir

Tapi.. tentunya hal ini diharamkan ketika ujian. Ketika ujian lho ya. Jadi sebelum ujian ya sah-sah aja bahkan jika kita memang mampu, ya HARUS dilakukan. Kapanpun itu, kalau memang orang lain membutuhkan kita yang kebetulan lebih dulu paham, ya harus dibantu toh, selama kita bisa dan mampu. Selesai perkuliahan/pelajaran,ketika belajar kelompok,  sebulan/seminggu/semalam bahkan sejam sebelum ujian, ya silahkan. Tidak ada yang melarang

Terus bagaimana dengan poin kedua?
Jika kita sudah mengajari dan berbagi, tapi ternyata nilai di atas kertas kalah dengan si doi :""""

Kalau kalian ngajari dan berbagi jawaban ketika ujian, ya salahmu bro! Itu kebodohanmu sendiri! Bisa jadi karena kalian sendiri yang kurang teliti, kalian yang meremehkan, jawaban kurang sempurna, dan sebab-sebab lain.
Tapi yang nyebelin itu, bisa juga karena si doi cuma ga bisa 2 dari 50 soal, terus tanya kalian, bener lagi. Sedangkan kalian cuma bisa 45 soal, 5 lainnya ga nyontek, sekalinya nyontek dikasih jawaban yang salah. Ya jelas niainya kalah. *sebelngga? sebel banget dong ya*

Tapi, kalau kalian mengajarinya dengan cara dan jalan yang benar (sebelum ujian), ya tetap salah kalian sih, masa salah ibu bapak kalian *glodak*.
Lho, kok masih salah sih? Karena memang manusia tempatnya salah dan khilaf :D
Iya, sama aja salah kalian, bisa jadi karena kalian juga kurang teliti, kalian meremehkan karena merasa bisa, jawaban hanya seadanya alias kurang sempurna, sementara doi-doi yang kalian bantu belajarnya itu terus belajar karena masih merasa "kurang bisa".
Harusnya ga ada rasa sebel, mangkel dan sebagainya.
Yang ada justru rasa kebermaknaan, ikut senang karena apa yang kita ajarkan bermanfaat, ternyata apa yang kita lakukan bisa membantu orang lain, dan menjadi cambuk sendiri untuk tidak selalu merasa bisa dan cukup untuk belajar.

Memang nilai bukan segalanya, konsep dan pemahaman yang kita dapat jauh lebih berharga dari pada deretan angka yang menghiasi lembar ujian kita. Tapi tak bisa dipungkiri lingkungan menuntut nilai untuk senantiasa diagung-agungkan.
Tapi yang saya tahu,
hasil tidak akan mengkhianati usaha
Jika usaha untuk meningkatkan pemahaman dan kompetensi terus diperjuangkan, maka hasil akan linier dengan besarnya perjuangan itu. (Ada yang setuju? :D)

#Nooffense ya..
Sepertinya saya sudah berceloteh terlalu panjang, hehe...
Biasanya sih kalo kaya gini dibilangnya sok pinter, caper, pelit, dan sejenisnya. Maklum lah, lingkungan dan budaya kecurangan di negeri ini sudah mengakar. Jadi justru yang “berbeda”lah yang dianggap aneh dan dijauhi. :v

Ada sedikit oleh-oleh nih,
*gambar diambil dari http://4.bp.blogspot.com/-dFyPi7w4TvA/U0Pq8vjhMAI/AAAAAAAAI3w/lhurzBCKPjI/s1600/IntegrityOprahInd.jpg *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cute Purple Rain drop