Bismillahirrahmaanirrahiim, Assalamu'alaikum Wr. Wb
Mau berbagi sedikit pengalaman nih, :3
Sabtu itu, 12 Mei 2012 aku dan 14 orang teman sekelasku mbolang ke Balai Pemuda Surabaya. Kunjungan ke Balai Pemuda kali ini awalnya bertujuan untuk memenuhi syarat pengerjaan tugas makalah untuk seni budaya. Kelompokku terdiri dari 16 orang yang kemudian dipecah lagi menjadi 4 kelompok kecil, karena kami harus mewawancarai setidaknya 4 pelukis.
Siang itu, matahari begitu terik. Kami masih saja sibuk mengelilingi arena pameran di balai pemuda. Akhirnya, langkah kami berhenti di stan paling pojok, stan yang
sejatinya sudah kami incar sedari tadi. Di sana duduk dua orang yang tidak
mempunyai tangan, yang ternyata adalah pelukisnya.
Mereka adalah
Pak Sabar dan Pak Samin yang tergabung dalam “Yayasan Pelukis Mulut dan Kaki”.
Pak Sabar yang sekarang berusia 33 tahun ini ternyata berasal dari Salatiga.
Karena beliau tidak mempunyai tangan, beliau melukis dengan kaki namun tetap
dengan kualitas yang tak kalah dari pelukis-pelukis lainnya yang normal.
Ternyata Pak
Sabar sudah menggeluti dunia seni lukis semenjak umur 10 tahun dengan paksaan
dari orang tuanya. Dari usia 10 tahun itu sampai sekarang, beliau belajar
melalui privat untuk melukis, tanpa pendidikan seni formal.
Pelukis yang
beraliran naturalis ini biasanya menggunakan kanvas dan cat minyak merk
amsterdam dengan modal awal 5 juta rupiah.
Pak Sabar
menyelesaikan 1 buah lukisan rata-rata dalam rentang waktu 6 minggu. Untuk
urusan inspirasi, beliau menyiasatinya dengan menimba ilmu di STIBA, jurusan
sastra Inggris. Lho? Apa hubungannya melukis dengan sastra? Menurut beliau,
dalam melukis tentu saja dibutuhkan inspirasi. Dan inspirasi berasal dari
pikiran yang menghasilkan ide. Beliau berinisiatif mengasahnya melalui sastra
dan pilihannya jatuh pada sastra Inggris.
Pak Sabar
lebih menyukai melukis pada malam hari. Suasana yang lebih tenang menjadikannya
semakin asyik untuk melukis.
Teknik
melukis ala Pak Sabar adalah langsung menyapukan kuasnya dan berkreasi di atas
kanvas untuk menciptakan sebuah background. Sedangkan untuk objeknya, beliau
membuat sketsa yang super tipis terlebih dahulu.
Dengan
keterbatasan yang beliau miliki, melukis dengan skala yang sangat besar tentu
menjadi kendala tersendiri.
Namun jangan
salah, karya-karya Pak Sabar dan anggota yayasan pelukis mulut dan kaki lainnya
juga tak kalah berhasil dalam menghasilkan pundi-pundi uang. Bisa dititipkan
melalui yayasan, atau dijual sendiri. Tidak tanggung-tanggung, mereka berani
mematok harga sampai dengan 20 juta rupiah per lukisannya.
Walaupun
awalnya dimulai dengan keterpaksaan, tetapi melukis sudah menjadi hobi bagi Pak
Sabar. 23 tahun berada di dalam dunia seni lukis tidak menjadikannya bosan,
bahkan meukis masih saja menjadi hal yang menyenangkan untuk beliau. Namun yang
masih menjadi duka mendalam baginya adalah kurangnya apresiasi masyarakat
terhadap seni lukis. Masih banyak masyarakat awam yang meremehkan
lukisan-lukisan yang tak merka ketahui di mana letak keindahannya.
Pesan Pak
Sabar bagi kita semua selaku masyarakat awam, “jika kalian tidak berminat
sedikitpun untuk membeli atau memiliki lukisan yang ada, setidaknya tolong
nikmatilah sejenak. Jangan hanya bisa mencela dan menghina karya-karya seniman
yang sudah susah payah membuatnya.
Ini pak Samin, foto Pak Sabarnya ga ada di akuu :'( |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar