Social Icons

Selasa, 22 Mei 2012

Kunjungan ke Balai Pemuda


Bismillahirrahmaanirrahiim, Assalamu'alaikum Wr. Wb
Mau berbagi sedikit pengalaman nih, :3

Sabtu itu, 12 Mei 2012 aku dan 14 orang teman sekelasku mbolang ke Balai Pemuda Surabaya. Kunjungan ke Balai Pemuda kali ini awalnya bertujuan untuk memenuhi syarat pengerjaan tugas makalah untuk seni budaya. Kelompokku terdiri dari 16 orang yang kemudian dipecah lagi menjadi 4 kelompok kecil, karena kami harus mewawancarai setidaknya 4 pelukis.
Siang itu, matahari begitu terik. Kami masih saja sibuk mengelilingi arena pameran di balai pemuda.  Akhirnya, langkah kami berhenti di stan paling pojok, stan yang sejatinya sudah kami incar sedari tadi. Di sana duduk dua orang yang tidak mempunyai tangan, yang ternyata adalah pelukisnya.
Mereka adalah Pak Sabar dan Pak Samin yang tergabung dalam “Yayasan Pelukis Mulut dan Kaki”. Pak Sabar yang sekarang berusia 33 tahun ini ternyata berasal dari Salatiga. Karena beliau tidak mempunyai tangan, beliau melukis dengan kaki namun tetap dengan kualitas yang tak kalah dari pelukis-pelukis lainnya yang normal.
Ternyata Pak Sabar sudah menggeluti dunia seni lukis semenjak umur 10 tahun dengan paksaan dari orang tuanya. Dari usia 10 tahun itu sampai sekarang, beliau belajar melalui privat untuk melukis, tanpa pendidikan seni formal.
Pelukis yang beraliran naturalis ini biasanya menggunakan kanvas dan cat minyak merk amsterdam dengan modal awal 5 juta rupiah.
Pak Sabar menyelesaikan 1 buah lukisan rata-rata dalam rentang waktu 6 minggu. Untuk urusan inspirasi, beliau menyiasatinya dengan menimba ilmu di STIBA, jurusan sastra Inggris. Lho? Apa hubungannya melukis dengan sastra? Menurut beliau, dalam melukis tentu saja dibutuhkan inspirasi. Dan inspirasi berasal dari pikiran yang menghasilkan ide. Beliau berinisiatif mengasahnya melalui sastra dan pilihannya jatuh pada sastra Inggris.
Pak Sabar lebih menyukai melukis pada malam hari. Suasana yang lebih tenang menjadikannya semakin asyik untuk melukis.
Teknik melukis ala Pak Sabar adalah langsung menyapukan kuasnya dan berkreasi di atas kanvas untuk menciptakan sebuah background. Sedangkan untuk objeknya, beliau membuat sketsa yang super tipis terlebih dahulu.
Dengan keterbatasan yang beliau miliki, melukis dengan skala yang sangat besar tentu menjadi kendala tersendiri.
Namun jangan salah, karya-karya Pak Sabar dan anggota yayasan pelukis mulut dan kaki lainnya juga tak kalah berhasil dalam menghasilkan pundi-pundi uang. Bisa dititipkan melalui yayasan, atau dijual sendiri. Tidak tanggung-tanggung, mereka berani mematok harga sampai dengan 20 juta rupiah per lukisannya.
Walaupun awalnya dimulai dengan keterpaksaan, tetapi melukis sudah menjadi hobi bagi Pak Sabar. 23 tahun berada di dalam dunia seni lukis tidak menjadikannya bosan, bahkan meukis masih saja menjadi hal yang menyenangkan untuk beliau. Namun yang masih menjadi duka mendalam baginya adalah kurangnya apresiasi masyarakat terhadap seni lukis. Masih banyak masyarakat awam yang meremehkan lukisan-lukisan yang tak merka ketahui di mana letak keindahannya.
Pesan Pak Sabar bagi kita semua selaku masyarakat awam, “jika kalian tidak berminat sedikitpun untuk membeli atau memiliki lukisan yang ada, setidaknya tolong nikmatilah sejenak. Jangan hanya bisa mencela dan menghina karya-karya seniman yang sudah susah payah membuatnya.
Ini pak Samin, foto Pak Sabarnya ga ada di akuu :'(

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cute Purple Rain drop