Assalamualaikum Wr. Wb
Judul ini saya angkat melihat realita yang terjadi di masyarakat kita, khususnya di kalangan pelajar. Kebanyakan sumber berasal dari pengalaman pribadi sih, hehe ._.v
***
Sore tadi di tempat bimbingan belajar saya diadakan try out intern ke-3 pola snmptn. Untuk hari ini khusus materi TPA dan kemampuan dasar (matematika, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris). Seperti biasa saya selalu staycool, diam membisu dan stuck pada kumpulan soal dan lembarr jawaban. Tanpa menoleh dan mengeluarkan barang satu hurufpun. Bukannya menyombongka diri, bukan pula menggambarkan bahwa otakku terlalu encer sehingga soal-soal tadi begitu mudah kulalui. Sebenarnya soal-soal tadi sama saja, sama susahnya. Tapi saya hanya berprinsip "Do it by my self!"
Maaf jika dalam keadaan seperti ini saya berubah menjadi egois dan acuh tak acuh. Tapi sungguh saya hanya memegang teguh prinsip ini karena saya yakin bahwa apa yang saya lakukan adalah benar.
Tetapi jujur, saya tidak habis pikir bagaimana bisa kelas menjadi gaduh, sangat gaduh. Okelah ini hanya sebuah "bimbingan belajar". Okelah ini hanya sebuah "try out". Tapi apakah harus dipermainkan dengan cara seperti itu? Tawa dan senda gurau yang tidak pada tempatnya, teriakan-teriakan yang memekakkan, "enam", "sepuluh", "a c b" dan sebagainya. Bahkan tentor pengawas pun sempat kuwalahan dan membiarkan pasar tradisional pindah ke kelas saya.
Bagi saya, try out adalah alat pengukur kemampuan. Tempat bimbingan belajar saya sudah berbaik hati mengevaluasi setiap try out yang kami lakukan, yang ditujukan agar kami mengetahui seberapa paham kami dalam menghadapi soal-soal snmptn? Agar kami tahu, subbab-subbab mana saja yang harus kami perdalam lagi? Namun sayang tindakan uji coba ini disalahgunakan oleh sebagian besar siswa. Saya berani berekspekstasi bahwa tak hanya siswa di kelas bimbel saya yang meremehkan try out seperti itu. Karena dalam kenyataannya, try out mingguan yang diadakan di sekolah saya pun juga bernasib sama. Diikuti oleh ratusan peserta, tapi tetap dibumbui dengan aksi tanya jawab dan curi jawaban.
Bagaimana bisa evaluasi dan mengetahui kemampuan sendiri kalau yang diujikan adalah kemampuan orang lain?
Tak hanya try out, tetapi aksi menyontek yang sudah umum di kalangan pelajar juga mewarnai pelaksanaan ulangan baik itu ulangan harian, UTS, UAS, bahkan ujian yang setingkat nasional yang sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap tahun pasti selalu BOCOR! Hasil ulangan adalah indikator sukses atau tidaknya kita memahami tentang suatu materi, seharusnya itu yang dicari-cari dalam setiap ulangan atau ujian, bukan hanya sekedar angka 100 ataupun predikat LULUS!
Namun pada kenyataannya pelajar kita justru berlomba-lomba dengan segala cara gar mendapatkan nilai yang tinggi atau sebuah kata "lulus", Katanya, "biar bisa masuk undangan", "biar ga remidi" dan biar-biar yang lainnya.
Inilah salah satu contoh sistem yang salah dan sudah mengakar kuat di masyarakat kita. Mendewakan nilai daripada tingkat pemahaman itu sendiri. Tentunya, tak hanya pelajar yang wajib disalahkan atas rusaknya mindset mereka, karena pada realitanya memang sistem menuntut "nilai" kita yang berbicara, bukan pemahaman dan ilmu.
Jika penerapan di lapangan adalah penerapan nilai yang berbanding lurus dengan pemahaman, artinya nilai itu didapatkan atas dasar tingkat pemahaman seseorang terhadap kompetensi yang diujikan, bolehlah "nilai" berbicara di atas segalanya. Tetapi dengan sistem seperti sekarang, apakah salah jika saya bertanya,
Kita sekolah mencari ilmu atau nilai?
Dibalik aksi ketidakjujuran dari try out dan ujian, dalam skala yang lebih rendah dan remeh lagi mungkn bisa ditemui di dalam proses pengerjaan tugas-tugas atau pekerjaan rumah. Tak dapat dipungkiri bahwa terkadang saya pun masih turut berperan di sini. Tak jarang ketika saya lupa atau buntu, dan deadline pengumpulan hanya tinggal menghitung detik, saya langsung saja merampok pekerjaan teman dan menyalinnya dengan kekuatan sepuluh tangan.
Saya sadar jika hal besar pasti dan selalu bermula dari hal yang kecil. Saya juga sadar bahwa saya belumlah sempurna dan terbebas dari segala tuduhan semacam ini. Namun melalui tulisa sederhana ini, saya mengajak seluruh elemen yang mau berperan untuk merubah kebiasaan nyontek kita yang sudah menjamur, coba mulai dari yang remeh dulu. Pekerjaan rumah misalnya, kemudian diikuti dengan kejujuran selama try out dan ulangan :) Pasti hasilnya akan lebih baik, dan bagaimanapun tingkat kepuasan akan mencapai maksimal ketika hasil yang kita dapat adalah hasil jerih payah kita sendiri, bukan uluran tangan dari orang lain. Iya kalau uluran itu halal, nah kalau haram seperti ini?
Yuuk, saling mengingatkan dalam kebaikan dan saling mengingatkna dalam kesabaran. Jika ada kata yang kurang berkeknan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Atas perhatian saudara-saudara saya ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum
Keren loh kalo artikel beginian dibaca semua anak sekolah. Motivasi.
BalasHapus^^ yuk saling mengingatkan
BalasHapus