Social Icons

Rabu, 13 Maret 2013

Surat yang (tak) Tersampaikan

Assalamualaikum Wr. Wb.

Surat ini, kutujukan untuk siapa saja yang pernah kecewa bahkan terluka karenaku. Khususnya, kepada kedua orang tua yang sangat kucintai.

Aku bingung harus memulai dari mana. Entahlah, aku hanya membiarkan semua pikiranku tumpah dan memaksa jemari ini tuk menekan tuts-tuts keyboard ini. Banyak sekali yang ingin kuceritakan langsung pada kalian. Tanpa perantara, berbicara melalui hati. Tapi ah, kurasa aku terlalu pengecut untuk itu semua. Aku hanya takut, tak siap menerima segala konsekuensi di ujung tanduknya.

Aku memang masih terlihat kekanak-kanakan. Manjaku masih sering keluar, emosi ini juga masih saja labil. Tapi aku juga sudah cukup umur untuk memilih. Terlebih untuk hidupku sendiri. Karena ini hidupku. Aku yang menjalaninya. Tapi tak berarti bahwa aku mengabaikan kalian. Itu tak benar. Aku peduli. Dan itu sebabnya, sampai detik ini aku masih saja terbayang.

Mungkin, pilihanku kali ini tak seperti kebanyakan orang. Aku yakin kalian pasti heran, keget, tak percaya, bahkan sampai pada takaran meremehkan. Bukan, bukan hanya kalian. Siapapun yang mendengar pilihanku kali ini, pasti juga akan merasakan hal yang sama. Itulah mengapa aku terlalu takut untuk membuka.

Tapi percayalah, aku mulai belajar memilih dengan alasan. Aku mulai belajar memilih dengan pendasaran. Dan aku mulai belajar memilih untuk kebermaknaan. Aku bukan anak kemarin sore yang tiba-tiba jatuh hati pada pandangan pertama dan menentukan pilihan saat itu juga. Tapi tahukah kalian bahwa aku telah melalui proses yang sangat panjang hingga akhirnya aku menemukannya, lalu jatuh dan memantapkan hanya padanya?

Sungguh, kuakui aku terlalu pengecut untuk urusan ini. Saat aku sudah menjatuhkan sebuah pilihan, lidahku begitu kelu tuk mengatakannya. Aku hanya takut, jika pilihanku akan menghancurkan ekspektasi yang terlanjur kalian terbangkan terlalu tinggi. Aku hanya tak siap, jika kalian berbalik arah dan justru menolakku karena pilihan itu. Padahal, jika tanpa dukungan dan restu dari kalian, aku bisa apa?

Aku tak berani meminta, karena aku tahu aku sudah terlalu sering meminta. Aku juga tak berani memohon, karena aku sadar sudah tak terhitung berapa permohonanku yang kalian iyakan. Lantas aku harus apa?

Masa depanku ada di pilihan ini. Bukan materi yang kuharapkan walau aku yakin aku pasti membutuhkan. Bukan prestis yang kutuju walau terkadang terbesit sedikit pikiran untuk itu. Tapi bukan itu prioritasku. Bukan itu yang menjadi landasan pemilihanku. Aku tahu, paradigma yang sudah tertanam lama sungguh sulit tuk dihapuskan. Tapi apakah aku harus mengorbankan sebuah kebenaran dan cita-cita yang besar hanya untuk paradigma yang salah? Apa harus kukorbankan perjalananku menetapkan pilihan ini hanya untuk mengikuti jalan cerita yang tak mengantarkanku ke tempat yang kutuju?

Tolong, katakan padaku bagaimana cara untuk meyakinkan kalian akan pilihanku? Tolong, bantu aku lepas dari ketakutan yang membelengguku. Dan tolong, dukung aku ketika tak ada seorangpun yang berjalan bersamaku.

4 komentar:

  1. iki pasti malah jurusan. semangat, ul!

    BalasHapus
  2. Hidup itu pilihan, dan pilihan menghadirkan sebuah konsekuensi. Pertahankan pilihan mu ul. Yakinlah,meskipun kita dijalur yg berbeda, cita-cita kita tetap sama :D

    BalasHapus
  3. suwun zaaaaaaaaaaaaar, iyo rek dn semoga kita tetap memperjuangkan cita2 ini. semangat pisan yo zar! :D

    BalasHapus

Cute Purple Rain drop